Fahira Idris (Wakil Ketua Komite III DPD RI) |
Pejuang honorer kategori dua (K2) dalam aksi 10 Februari mendatang tidak lagi menyasar kepada Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Yuddy Chrisnandi. Bagi mereka MenPAN-RB tidak punya nyali lagi dan tidak bisa diandalkan. Yang disasar kini adalah Presiden Joko Widodo.
Karena Presiden dinilai memiliki diskresi untuk mengangkat honorer K2, dan Persoalan ini dinilai perlu disikapi oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) dengan memberikan solusi yang tepat. “Kenyataannya, saat ini ada sekitar 440 ribu rakyat Indonesia yang kebetulan sudah berpuluh tahun berstatus honorer K2 meminta keadilan ke presidennya agar diangkat menjadi CPNS. Ini bukan sekedar soal pengakuan, ini lebih ke soal bagaimana negara ini punya nurani dan empati kepada orang-orang yang telah banyak menebar kebaikan kepada negeri ini,” Kata Fahira Idris (Wakil Ketua Komite III DPD RI).
Menurutnya, alasan kemampuan keuangan negara yang tidak mencukup untuk membiayai honorer K2 menjadi CPNS adalah alasan klasik. Padahal, dalam RAPBN 2016 terdapat anggaran untuk pengangkatan guru honorer dan telah idsetujui DPR. Namun, ketika menjadi APBN, anggaran tersebut tidak tercantum.
Terkait soal benturan regulasi, Fahira berpendapat sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan, Presiden Jokowi punya diskresi untuk pengangkatan honorer K2.
Ia mengaku siap mengawal persoalan ini untuk dimunculkan lagi dalam RAPBN Perubahan 2016 mendatang.“Presiden bisa keluarkan Perpres. Saya rasa Parlemen (DPR dan DPD) akan mendukung itu. Jadi tidak perlu ada kekhawatiran. Dengan begini, anggaran pengangkatan honorer K2 menjadi CPNS terutama tenaga guru bisa dimunculkan lagi dalam RAPBN Perubahan 2016,” jelas Fahira.
0 komentar:
Post a Comment